Perhelatan G20, Untuk Apa Sih?

Saya yakin sekali kita semua sudah bahkan sering melihat kampanye, stiker, bendera, dan lainnya bertuliskan G20, Recover Together, Recover Stronger. Nah, ada yang bertanya pada saya, apa sih manfaatnya buat masyarakat?

Sebelum kita bingung, mari kita ingat-ingat dulu bahwa acara G20 ini sesungguhnya adalah acara resmi, perhelatan para birokrat, dan formil, mulai dari tingkat pimpinan lembaga, direktorat, kementerian, sampai tingkatan presiden. Jadi memang bisa dibilang acara ini adalah perhelatan “khusus” para pejabat dan birokrasi, sebagai pemegang kebijakan di grup 20 negara-negara yang ekonominya dianggap maju. Jadi wajar saja jika kebesaran acara ini kurang terasa dan meresap sampai ke masyarakat, kecuali masyarakat yang terlibat langsung dengan urusan teknis dan operasional, pasti lah mereka semacam ketiban rejeki numplek.

Nah, yang ingin saya ceritakan adalah, salah satu dari side event G20 ini yaitu G20 Culture atau G20 Kebudayaan. Yakni acara pendamping G20 yang dihadiri oleh para senior officer dan menteri-menteri (atau yang setara) khusus bidang kebudayaan. Bertempat di kawasan Candi Borobudur yang juga beberapa acara pendukungnya diadakan sampai ke Jogja. Namun menjelang dimulainya acara pertemuan tingkat menteri, pada Senin pagi 12 September kawasan sekitar Borobudur ramai dan riuh sekali oleh warga masyarakat. Mereka semacam menyambut kehadiran para delegasi dan acara G20 ini dengan suka cita dan meriah. Kok bisa?

Ya, pagi itu masyarakat mengadakan Kirab Budaya, atau arak-arakan super besar dan heboh berjalan beramai-ramai mulai dari Candi Pawon sampai pelataran Candi Borobudur yang berjarak kurang lebih 1,5km. Arak-arakan ini melibatkan 2000 orang, mereka adalah perwakilan dari 20 desa sekitar Borobudur yang masing-masing mengirimkan 100 orang warganya. Tidak hanya itu, 2000 orang ini mengenakan kostum buatan sendiri – dengan bahan alam, merepresentasikan 20 hewan-hewan yang ada di relief Candi Borobudur. Tiap arak-arakan desa pun membawa satu “ogoh-ogoh” besar dari penggambaran hewan-hewan tadi. Berikut satu kotak yang ditandu berisikan makanan rakyat yang akan dibagikan saat berada di pelataran Borobudur. Sungguh ini sebuah karnaval budaya yang menakjubkan, seru, heboh, namun tertib sekali. Antusias dan semangat warga terlihat sekali dari wajah-wajah kegembiraan mereka. Anak-anak sekolah diliburkan, para pedagang pinggir jalan rela lapaknya dijadikan tongkrongan warga, bahkan warga yang duduk-duduk di trotoar pun rela terkena percikan air saat sepanjang jalan disemprot Pemadam Kebakaran agar lebih adem.

Ini dia yang saya maksud di atas dengan kesan G20 yang berbeda. Perhelatan G20 yang lumrahnya sebagai acara birokrat dan pejabat, tapi ternyata untuk G20 Kebudayaan ini bisa dirasakan, dinikmati, bahkan melibatkan langsung masyarakat biasa, anak-anak, sampai masyarakat adat. Ya… masyarakat adat, karena ada satu sesi acara, para pemangku adat dari seluruh Indonesia bertemu dan membuat sebuah pernyataan bersama, berikut hasil rapat raksasa dari para sesepuh 20 desa di sekitar Borobudur untuk kemudian dititip-sampaikan kepada para wakil peserta ministers meeting G20 Kebudayaan, seru kan?

Di malam hari terakhir perhelatan G20 Kebudayaan, para peserta dan delegasi diajak nonton Ruwatan Bumi, sebuah pagelaran doa bersama oleh para tetua dan sesepuh adat dan tradisi dari banyak suku dan daerah di Nusantara. Mereka membacakan dan melantunkan doa-doa terbaik mereka untuk kesembuhan dan kepulihan negeri, bangsa, bahkan dunia. Besok para menteri-menteri itu pulang ke negaranya masing-masing, selain membawa pesan bersama hasil pertemuan, semoga mereka pun membawa kesan indah dari seluruh hajatan dan rangkaian kegiatan dari masyarakat untuk mereka.

«
»

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: