Kreator dan Kolektor: Memahami Nilai NFT

Seberapa sering kamu mendengar istilah NFT? Ya, tulisan ini hanya untuk mereka yang tahu. Ada yang sudah mulai, ada yang baru mulai, ada juga yang sudah meraup keuntungan, bahkan sudah berbagi “zakat” koin kriptonya untuk sesama seniman NFT baru? Fenomena ini sedemikian marak di kalangan seniman digital dan praktisi kreatif muda. Namun tidak sedikit juga yang bertanya-tanya, bagaimana saya bisa ikutan? Sebagai orang kreatif haruskah saya ikutan? Bagaimana memahami nilai NFT agar jangan sekedar terkecoh tren?

Yang harus kita pahami dari tren NFT ini adalah, karya yang dijual dan dibeli ini bukanlah karya sebagai fungsi melainkan karya sebagai koleksi. Karya koleksi ini akan bernilai harganya jika bermunculan peminat, kolektor, atau pasar yang sama-sama ingin mengkoleksi karya tadi. Untuk memahami fenomena koleksi ini, sebetulnya tidak sulit karena tren kolektor ini sudah lama terjadi. Kita bisa mulai dengan memahami fungsi kreasi dan koleksi, lalu peran kreator dan kolektor.

Mengkoleksi barang atau karya bukan lah tren baru. Kegiatan ini sudah ada sejak lama sekali. Orang rela mengeluarkan uang banyak demi mengkoleksi atau memiliki sesuatu yang dianggapnya langka dan punya nilai khusus. Ada koleksi perangko, uang kuno, taksidermi (hewan dibekukan), perhiasan klasik, buku cetakan pertama, plat piringan hitam, dan masih banyak lainnya. Aktivitas mengkoleksi ini pun berkembang kepada karya seseorang, seseorang yang dianggap penting atau memiliki kisah atau alasan mengapa karyanya layak atau harus dikoleksi. Karya tulis, patung, atau seni lukis misalnya, pelukisnya adalah kreator dan pembelinya adalah kolektor, termasuk galeri dan museum. Memiliki karya seni menjadi sebuah citra nilai yang khusus, khas, yang tidak semua orang bisa memilikinya (aspek langka) dan sulit untuk diukur kuatifikasi nilai harganya.

NFT (non-fungible tokens) – menjadi menarik karena ia muncul sebagai sebuah entitas kreasi yang layak dikoleksi – dalam format digital. Skema nilai dan harganya pun masih sama yaitu seberapa tinggi atau banyaknya peminat yang ingin mengkoleksi. Di sini mulai muncul tren “selera pasar” atau yang sering kita kenal dengan sebutan “selera kolektor”. Sebagai contoh, jika kamu punya action figure atau mainan Star Wars buatan Amerika tahun 1977, sudah barang tentu ada banyak sekali kolektor yang rela merogoh uangnya untuk mendapatkan koleksi kamu tadi. Nilai koleksi kamu akan menjadi sangat bernilai jika kamu tahu betul di mana para kolektor Star Wars itu berkumpul dan bertransaksi koleksi. Akan sia-sia jika seorang pemilik koleksi mainan Star Wars tadi tidak tahu tempat di mana pasar jual beli koleksi mainan Star Wars. Untuk NFT, rasanya sudah ada banyak sekali “pasar karya”-nya, baik yang luar maupun dalam negeri. Tapi ingat, pasar akan ramai jika ada penjual dan pembeli atau kreator dan kolektor.

Di Indonesia, nampaknya fenomena pasar NFT ini belum berimbang, antara jumlah kreator dan kolektornya. Dari pengamatan saya, tren ini masih didominasi oleh para kreatornya, yang mana kreatornya ini pula sekaligus berperan sebagai kolektor. Akhirnya jumlah karya tidak berimbang dengan jumlah pengkoleksi. Tapi jangan salah, hal ini wajar mengingat fenomena NFT ini masih sangat baru di Indonesia. Dengan pencapaian yang sebegini saja nampaknya peluang nilai, kreasi, dan koleksi NFT di Indonesia masih akan tumbuh dan menjanjikan.

Lantas bagaimana cara membangun dan menumbuhkan ekosistem kolektor?

Di dalam dunia kreatif atau seni terdapat sebuah nilai atau value yang tampak dan tidak tampak. Nilai ini tidak hanya berlaku pada sosok orangnya atau senimannya tapi juga pada karya, barang, atau artefaknya. Nilai tersebut adalah PRICE dan PRIDE, saya sempat menuliskan ini untuk konteks senimannya. Namun kedua nilai tadi pun tersemat pada karya atau barang seninya juga. Sebuah karya lukisan, bisa jadi bernilai (price) karena sosok seniman dengan nama besarnya, kisah hidupnya, perjuangannya, nyelenehnya, sikap pemberontaknya, dan seterusnya, yang semua itu menjadikan nilai kebanggaan (pride) saat seorang kolektor yang menyimpan karya milik si seniman tadi. Para kolektor ini rela mengucurkan uang untuk membeli dan mengkoleksi karya tersebut, tidak lain dan tidak bukan adalah sebagai bentuk ego, rasa bangga, rasa berbeda, dirinya dari kebanyakan orang. Namun tidak sedikit juga para kolektor itu membeli karena ada nilai transaksi yang menjanjikan dari aktivitas jual-beli sesama kolektor. Sesama kolektor ini pun punya peran dalam membangun hype atau trend atas sebuah karya yang layak mereka koleksi.

Kumpulan para kolektor ini saja pun sudah punya nilai tersendiri, maka tidak jarang ada ajang atau perhelatan kumpul-kumpul dari para kolektor ini. Mereka tidak sungkan keluar uang hanya untuk kumpul-kumpul dan saling pamer dan memuji koleksi-koleksinya. Kumpul-kumpul ini jelas mendatangkan nilai ekonomi juga. Menariknya, jika kolektor itu harus mengkoleksi banyak barang, maka jangan heran jika pemilik barang satuan pun tetap bisa juga mempunyai nilai pride tadi, bedanya para pemilik barang satuan ini lebih kita kenal dengan sebutan owner, misalnya? para pemilik motor Harley Davidson, pemilik sepeda Brompton, bahkan sampai tingkat pemilik Toyota Avanza dan motor matic pun boleh-boleh saja membangun sebuah ekosistem, punya rasa memiliki yang sama, lalu kumpul-kumpul bersama, jadi lah ekosistem tadi dan yakinlah itu bisa melahirkan aktivitas ekonomi baru.

Kini sudah mulai terbayangkan, bagaimana cara menghidupkan nilai ekonomi dan transaksi pada tren NFT? Ya itu tadi, bangun dan tumbuhkan aktivitas mengkoleksi lewat para kolektor-kolektor baru. Buat dan perbanyak ekosistem dan ajang kumpul-kumpul sesama kolektor dan beri mereka tempat untuk saling memajang dan memamerkan koleksi mereka. Ekosistem ini bisa dibuat dan difasilitasi oleh siapa pun, baik komunitas, lembaga, produk brand, bahkan swasta dan pemerintah daerah? Nah! ayo saling kumpul dan saling menghidupkan..

«
»
Tags: , ,

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: