Rahasia Ekonomi Kreatif Yaitu Berani Kolaborasi

Sejak saya menulis opini tentang bagaimana salah kaprahnya ekonomi kreatif di Indonesia, saya jadi banyak diajak ngobrol dan diskusi tentang ekonomi kreatif. Ini menarik karena selain menunjukkan antusias masyarakat kreatif di Indonesia, juga menunjukkan kepedulian mereka atas pastisipasi pemerintah. Tapi ada hal penting yang tidak boleh terlupakan yang selama ini terabaikan, apakah itu? Kolaborasi!

Suatu saat, saya pernah mendapatkan tugas dari salah satu kantor saya di New York, US. Yaitu program TV anak-anak. Tugasnya adalah membuat satu segmen film animasi pendek. Yang mengerjakan adalah sebuah studio animasi kecil di Bandung dan Jogja. Dalam prosesnya, banyak konsep yang diajukan oleh teman-teman studio ini belum dianggap maksimal oleh kantor saya. Yang ujung-ujungnya perusahaan saya tanya: apakah di Indonesia ada character designer? creative director animasi? atau music director? Saya jawab ada lah! Terus mereka tanya, tapi kenapa konsep yang masuk ke kita seperti tidak ada sentuhan dari orang-orang tadi ya?

Akhirnya saya paham maksud bos saya di NY sana, di pikiran mereka bahwa yang namanya kerja animasi ini sudah pasti adalah sebuah kerja rembukan dari berbagai profesi kreatif. Sementara yang saya tahu dari studio animasi di Bandung dan Jogja tadi itu adalah studio animasi kecil yang semua pekerjaan karakter, creative directing, bahkan sampai musik, dikerjakan sendiri hanya oleh satu atau dua orang saja. Dengan kata lain, untuk pekerjaan animasi dikerjakan cukup oleh satu orang saja.

CM Capture 2

Contoh: proses desain sebuah hotel untuk film “Black Hat”-nya Michael Mann

Kolaborasi, atau kerja bersama mungkin bukan istilah baru bahkan belakangan sering sekali digaung-gaungkan sebagai salah satu bentuk kerja berjejaring di era social network sekarang ini. Akan tetapi untuk bidang kerja kreatif, ternyata masih banyak sekali para pelaku kreatif enggan melakukan kolaborasi ini, entah karena apa. Beberapa orang mengatakan lebih nyaman kerja sendiri, lebih suka kerja dengan orang yang mereka rasa klop, atau bahkan lebih memilih kerja dengan rekan satu sekolah atau almamater saja.

Dalam ekonomi kreatif, kolaborasi mau tidak mau adalah sebuah keharusan. Contoh gampang adalah bahwa ekonomi kreatif adalah sebuah perwujudan kolaborasi antara orang kreatif dengan orang bisnis. Orang bisnis paham betul bagaimana menjual sebuah gagasan atau produk kreatif karya rekannya ini. Sementara si orang kreatif pun paham betul bagaimana si orang bisnis ini memahami konsep dan nilai jual karyanya. Satu dengan yang lainnya sudah terjalin kepercayaan dan toleransi. Toleransi! Ini kata kuncinya.

Seringkali, kita yang bekerja di dunia kreatif terjebak dengan yang namanya ego. Ego ini berkembang hingga bidang yang berada di luar kemampuan kita sekalipun, misalnya bidang bisnis tadi. Padahal, kunci utama dari ekonomi kreatif ini adalah kemampuan melakukan kolaborasi antar disiplin ilmu dan keahlian. Dengan kolaborasi ini maka akan melahirkan sebuah karya atau produk kreatif yang sangat powerful dan bernilai tinggi. Mungkin banyak yang lupa bagaimana sebuah perusahaan animasi terbesar di Amerika yaitu Pixar, berhasil tumbuh dan berkembang akibat dari hasil kolaborasi beberapa orang yang berbeda latar belakang disiplin dan keahlian. Bukan cuma orang kreatif!

Desain replika mobil polisi Indonesia untuk lokasi shooting di Malaysia - Untuk film "Black Hat"

Desain replika mobil polisi Indonesia untuk lokasi shooting di Malaysia – Untuk film “Black Hat”

Jangan juga lupa bagaimana sebuah perusahaan sebesar Lucas Film, Industrial Light and Magic, dan seterusnya, adalah sebuah perusahaan yang bekerja dari kumpulan orang-orang berbagai macam latar belakang ilmu dan keahlian yang berkolaborasi. Sementara di Indonesia? saya masih sering menjumpai seorang animator yang untuk membuat karakter tokoh, konsep visual, art directing, bahkan sampai penulisan cerita pun.. harus dia yang mengerjakan. Alasannya? Karena dia yang merasa paling paham konsep dibalik animasi yang akan dibuatnya. Salahkah? Saya pikir tidak.. jika proyek itu dikerjakan hanya untuk skala kecil atau eksperiman saja.

Akan tetapi jika harus sampai membuat animasi skala besar, bisnis, ekonomi kreatif, apalagi industri kreatif? Saya pikir cara tadi adalah awal dari masalah besar. Ekonomi kreatif itu butuh kolaborasi dan toleransi. Sementara industri kreatif, menuntut lebih ketat lagi. Di sana ada budgeting, scheduling, work-flow, hingga strategy. Persis dengan kaidah-kaidah industri lainnya.

Nah.. bagaimana? Siap berkolaborasi? 🙂

 

«
»

6 comments on “Rahasia Ekonomi Kreatif Yaitu Berani Kolaborasi”

  1. Ani B. Krissubanu says:

    thanks informasinya,,,,

  2. Dwi Wahyudi says:

    Setuju banget Kang, orang2 kreatif biasanya fokus dengan bidangnya masing2. Dan untuk mengerjakan sebuah project besar yang dibutuhkan adalah tim, bukan personal. Disinilah baru kelihatan bagaimana orang2 kreatif saling bekerjasama dan mendukung keberhasilan sebuah project. Ya sama seperti tubuh manusialah, ada kaki tanpa tangan juga tidak akan optimal bukan? 🙂

  3. yap berkolaborasi sangat sama2 menguntungkan..

  4. Terima kasih admin atas artikelnya,
    social network sangat penting dalam ekonomi kreatif

Leave a Reply to Dwi Wahyudi Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: