Era Persaingan dan Harga Sebuah Kepercayaan
Singapore Airshow 2016, saat makan siang di kantin ramai sekali. Semua meja penuh, saya dan Vesta (@SwankyTraveler) terpaksa harus mencari kursi kosong untuk bergabung meja dengan orang lain. Akhirnya kami bergabung dengan dua pria yang bekerja di bidang logistik dan kargo. Namanya Mr. Daniel Cheah dan Mr. Oh Gek Soon Dixon, keduanya warga Singapore yang bekerja di Malaysia dan Vietnam.
Kami berkenalan dan akhirnya berbincang-bincang seru sekali, mulai dari dunia penerbangan hingga cerita-cerita tentang potensi dan tanda-tanda kemajuan Indonesia. Saya dan Vesta tentu saja terperangah dengan antusias kedua bapak-bapak tadi atas perkembangan Indonesia. Mereka bilang, sebagai pelaku bisnis di Asean mereka wajib memantau perkembangan tiap negara dan potensi bisnisnya ke depan, bagi mereka saat ini Indonesia sedang mendapatkan pencerahan baru dan potensi yang gemilang. Akhirnya saya jadi berfikir, apa iya?
Singapore Airshow merupakan sebuah hajatan bergengsi industri aviasi (penerbangan) kelas dunia dan terbesar di Asia. Hal tersebut terbukti dengan kehadiran hampir semua industri penerbangan dunia dengan tampilan booth yang tidak murah. Mulai digelar tahun 2008, acara dua tahunan yang dulu bernama Changi International Airshow kini sudah menjadi agenda wajib para perusahaan penerbangan kelas dunia. Keberhasilan ini tentu tidak lepas dari kepercayaan peserta event dan profesionalisme Singapore dalam mengadakan dan mengelola hajatan ini.
Kepercayaan – di era persaingan bebas memang menjadi barang mahal. Membangun kepercayaan tentu bukan hal mudah, dibutuhkan kerjasama, komitmen, keseriusan, dan konsistensi. Contoh nyata dari kepercayaan ini salah satunya adalah bagaimana Garuda Indonesia Airlines berhasil meraih lagi penghargaan “Maskapai Bintang Lima” atau “5- Star Airline” dari Skytrax, sebuah lembaga independen pemberi peringkat penerbangan yang berbasis di London, Inggris. Penghargaan ini jelas merupakan bentuk dari kepercayaan Skytrax atas Garuda Indonesia dan kepercayaan Skytrax ini tidak lepas dari kepercayaan para penumpang Garuda bukan?
Membangun kepercayaan jelas tidak mudah dan murah, apalagi menjaga dan merawatnya. Tentu dibutuhkan kerjasama dari berbagai lini yang terlibat di seluruh jajaran Garuda, mulai dari komisaris, eksekutif, staf, dan semua “group synergy” Garuda Indonesia Group, mulai dari Citilink, Asyst, AeroWisata, Gapura, hingga GMF (Garuda Maintenance Facility) yang pada acara ini berhasil menandatangani 12 kontrak kerjasama. Hal ini pun tentu tidak lepas dari bentuk kepercayaan pihak asing atas kerja GMF.
Saya jadi berfikir lagi, ternyata negara-negara tetangga kita saat ini sedang mengamati Indonesia. Mereka melihat peluang besar dan menaruh kepercayaan pada perusahaan dan industri Indonesia. Sementara itu tidak sedikit orang Indonesia yang masih ragu dan gamang dalam memberikan kepercayaan tersebut. Ya.. saya pikir itu wajar karena selama puluhan tahun kita hidup dalam bayang-bayang ketidakpercayaan atas pemerintah yang gemar sekali mengelabui rakyatnya sendiri.
‘oleh-oleh’ yg sangat mengena sekali di samping foto2 pecawat yang buanyak itu. masukan buat kita semua.
Buat saya apalagi kak 🙂
Thanks ya