Ketika Aparat Memberangus Tren Baru, Creative Problem-Solving : Frugal Innovation

Pernah mendengar berita penangkapan seorang perakit TV di Karang Anyar Jawa Tengah? Ia akhirnya ditangkap plus denda dan sekian ratus sitaan TV rakitannya pun akhirnya dimusnahkan kejaksaan setempat. Padahal, di negara-negara maju, ide si perakit TV ini justru sedang menjadi tren baru banyak perusahaan industri besar? Tren apakah itu?

Solusi lokal pengairan di salah satu desa di Mentawai

Saya pernah menuliskan kisah perakit TV ini sebagai sebuah kesalahan besar, dan ketika saya  angkat kasus ini lagi, kang Ichsan teman saya dari Bandung mengatakan bahwa hal ini pernah dibahas di BBC, yaitu fenomena baru yang disebut sebagai frugal innovation, atau gampangnya diartikan sebagai sebuah inovasi yang lahir secara alami saja di masyarakat, bukan dari riset atau pengembangan yang njelimet a la perusahaan.

Frugal innovation saat ini menjadi pembahasan baru di negara-negara maju, sebuah fenomena yang terjadi di banyak negara berkembang yaitu memanfaatkan ide kreatif untuk mengembangkan teknologi mahal menjadi produk terapan yang murah dan dapat diakses ke lapisan masyarakat bawah (lebih luas, mengingat gap yang makin lebar antara di kaya dan si miskin). Ide kreatif ini bukan melulu tentang teknologi canggih, melainkan memanfaatkan teknologi yang ada bahkan seringkali solusinya sangat sederhana. Yang unik dari produk hasil frugal innovation ini adalah bahwa konsumer dari produk ini adalah masyarakar sekitar atau lokal (bukan global), artinya memang produk yang sangat applied dan dibutuhkan oleh pasar setempat atau sekitarnya saja.

Muhammad Kusrin (42 tahun) memang cuma tukang servis TV lulusan SD. Entah dapat wangsit darimana ia pun akhirnya memanfaatkan barang-barang bekas TV untuk kemudian dirakit lagi menjadi sebuah TV ukuran 14 inch. Barang-barang bekasnya pun campuran dari barang TV dan komputer bekas. Alhasil ia mampu memproduksi TV murah dengan harga jual kisaran 400 ribu. Barangnya laku, kemudian aparat menghentikan dengan alasan tidak ada izin dagang dan produknya tidak sesuai dengan standar SNI.

Frugal innovation memang seringkali “tidak klop” dengan aturan main yang ada. Bukan tidak mungkin karena aturan tersebut memang tidak atau belum bisa mewadahi kebutuhan dari produk-produk hasil frugal innovation ini. Ingatkah beberapa waktu lalu muncul tren air minum isi ulang? Yang sebetulnya menurut saya merupakan sebuah ide frugal innovation juga, yaitu memasarkan penjualan air bersih kepada masyarakat bawah (yang jarang mengkonsumsi air streril) dengan harga terjangkau. Sayangnya keberadaan bisnis ini tidak didukung oleh perusahaan air minum besar. Sementara di negara lain, Bangladesh misalnya, perusahaan Danone justru memfasilitasi home industry pembuat yoghurt yang skalanya tetap lokal namun dengan pengerjaan yang tetap higienis.

Makin saya membaca-baca tulisan tentang frugal innovation, saya jadi makin berfikir bahwa inovasi kreatif jenis ini nampaknya sangat Indonesia sekali. Yang mana mustinya harus lebih dikembangkan lebih luas. Kasus perakit TV tadi mustinya jangan diberangus melainkan diarahkan bahkan dicarikan solusi kerjasamanya dengan perusahaan atau industri besar. Jangan-jangan solusi Pak Kusrin ini adalah solusi jitu untuk pembuatan TV dengan pemasaran konsumen lokal yang sangat mikro?

Di beberapa tempat di Jawa Barat pun kita sering menemukan industri rumahan pembuat knalpot dan kerangka motor, bahkan sampai karburator. Pasarnya pun ada dan terus sustain. Kita tidak sadar bahwa yang mereka lakukan itu sangat lokal dan memenuhi konsep frugal innovation tadi. Saya jadi makin tertarik mencari info dan baca-baca artikel tentang frugal innovation. Kalau ada yang tahu, please share ya 🙂

Semoga pemerintah dan aparat bisa lebih terbuka dan jeli melihat kasus-kasus seperti ini adalah sebuah peluang yang terselubung, bukan sebuah pelanggaran yang terbuka. Melihat perkembangan persaingan global dan regional, masyarakat Indonesia harus mulai melek dengan spirit inovasi dan kreasi, begitu pun pemerintah. Jangan sampai tren Masyarakat Ekonomi Asean ini bukan malah menjadikan bangsa ini menjadi konsumen saja melainkan juga semangat menjadi produsen. Karena dengan bermunculannya produsen kelas lokal sudah barang tentu akan menjadi penopang kemandirian ekonomi lokal bukan?

«
»

2 comments on “Ketika Aparat Memberangus Tren Baru, Creative Problem-Solving : Frugal Innovation”

    1. motulz says:

      Wah.. thanks ya 🙂

Leave a Reply to motulz Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: